2/16/2011

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia

BAB I

MENGENAL

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

  1. Apakah LDII

LDII adalah singkatan dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia, merupakan organisasi kemasyarakatan yang resmi dan legal yang mengikuti ketentuan UU no. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, serta pelaksanaannya meliputi peraturan pemerintah (PP) no. 18 tahun 1986. LDII memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), Program Kerja dan Pengurus mulai dari tingkat Pusat sampai dengan tingkat Desa (Kelurahan). Keberadaan LDII sudah tercatat di Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang & Linmas), Departemen Dalam Negeri.

  1. Asal-usul/Sejarah LDII

Organisasi LDII pertama kali berdiri pada 3 Januari 1972, Surabaya-Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI). Pada Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada Mubes tahun 1990 sesuai arahan Jenderal Rudini sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) waktu itu, nama LEMKARI yang sama dengan akronim Lembaga Karate-Do Indonesia diubah menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

  1. Tujuan LDII

Sesuai Anggaran Dasar Pasal 6, LDII bertujuan untuk "meningkatkan kualitas peradaban, hidup, harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta turut serta dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yang dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa guna terwujudnya masyarakat madani yang demokratis dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila, yang diridhoi Allah Suhaanahu Wa Ta'aala"

  1. Motto LDII

Terdapat 3 (tiga) motto dalam LDII;

  1. Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
  2. Katakanlah inilah jalan (agama)-ku, dan orang–orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku tiada termasuk golongan orang yang musyrik.

    3. Serulah (semua manusia) kepada jalannya Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan yang lebih baik.


     

     

    1. Visi, Misi dan Strategi

    Visi

Untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi, Lembaga Dakwah Islam Indonesia mempunyai Visi sebagai berikut:

 "Menjadi organisasi dakwah Islam yang profesional dan berwawasan luas, mampu membangun potensi insani dalam mewujudkan manusia Indonesia yang melaksanakan ibadah kepada Allah, menjalankan tugas sebagai hamba Allah untuk memakmurkan bumi dan membangun masyarakat madani yang kompetitif berbasis kejujuran, amanah, hemat, dan kerja keras, rukun, kompak, dan dapat bekerjasama yang baik"

Misi

Sejalan dengan visi organisasi tersebut, maka misi Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah:

 "Memberikan konstribusi nyata dalam pembangunan bangsa dan negara melalui dakwah, pengkajian, pemahaman dan penerapan ajaran Islam yang dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan dan terintegrasi sesuai peran, posisi, tanggung jawab profesi sebagai komponen bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)"

Strategi

Untuk pencapaian MISI LDII tersebut akan dilakukan dengan Strategi sebagai berikut:

 Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia dan meningkatkan kualitas sumberdaya pembangunan yang memiliki etos kerja produktif dan professional, yang memiliki kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan, dan berkemampuan manajemen;

Memberdayakan dan menggerakkan potensi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan untuk beramal sholih melakukan pengabdian masyarakat di bidang sosial budaya, ekonomi dan politik;

Menumbuhkembangkan kegiatan usaha dan kegiatan kewirausahaan dalam rangka pembenahan ekonomi umat sesuai tuntutan kebutuhan, baik pada sektor formal maupun informal melalui usaha bersama dan usaha koperasi, serta bentuk badan usaha lain;

Mendorong pembangunan masyarakat madani [civil society] yang kompetitif, dengan tetap mengembangkan sikap persaudaraan [ukhuwwah] sesama umat manusia, komunitas muslim, serta bangsa dan negara, sikap kepekaan dan kesetiakawanan sosial, dan sikap terhadap peningkatan kesadaran hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta membangun dan memperkuat karakter bangsa;

Meningkatkan advokasi, penyadaran dan pemberdayaan masyarakat tentang pentingnya supremasi hukum, kewajiban azasi manusia [KAM], hak azasi manusia [HAM], dan tanggung-jawab azasi manusia [TAM] serta penanggulangan terhadap ancaman kepentinganpublik dan perusakan lingkungan

Meningkatkan advokasi, penyadaran dan pemberdayaan masyarakat tentang pentingnya supremasi hukum, kewajiban azasi manusia [KAM], hak azasi manusia [HAM], dan tanggung-jawab azasi manusia [TAM] serta penanggulangan terhadap ancaman kepentinganpublik dan perusakan lingkungan.

 

BAB II

STRUKTUR ORGANISASI

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

  1. Berdasarkan Pasal 16 Anggaran Dasar LDII, Tingkat Kepengurusan LDII adalah:
    1. Kepengurusan LDII di tingkat Pusat, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Pusat atau disingkat dengan sebutan DPP;
    2. Kepengurusan LDII di tingkat Provinsi, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Daerah Provinsi atau disingkat dengan sebutan DPD Provinsi;
    3. Kepengurusan LDII di tingkat Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota atau disingkat DPD Kab./Kota;
    4. Kepengurusan LDII di tingkat Kecamatan, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang atau disingkat dengan sebutan PC;
    5. Kepengurusan LDII di tingkat Desa/kelurahan, selanjutnya disebut Pimpinan Anak Cabang atau disingkat dengan PAC.
  2. Berdasarkan Munas VI tahun 2005 di Jakarta, terpilih Dewan Penasehat dan Pengurus Harian DPP LDII masa bakti 2005 - 2010 Dengan susunan sebagai berikut;

Dewan Penasehat LDII Masa Bakti 2005 – 2010

Ketua                : Drs. H. Ahmad Suarno, MM, PhD

Wakil Ketua            : Ir. H. Kemal Mertohadidjojo, MBA., MSc.

Sekretaris            : H. Ahmad Al Furqon Ngaino, SH. MM.

Anggota            : Ir.H. Jusuf Harahap, ME

KH. Abdul Syukur

H. Hasan Bishri

DR. H. Bambang Kusumanto, MA

H. Andi Amier Hamzah, SSP

Drs. H. Bambang Sukamto, SE. MM.


 

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LDII Masa Bakti 2005 – 2010

Ketua Umum            : Prof. Dr. Ir. KH. Abdullah Syam, MSc.

Ketua                : Ir. H. Prasetyo Sumaryo, MT.

HR Sunaryo Adhiwardhoyo, SH

H. M. Soehartono Rijadi, MBA.

H. Ahmad Kuntjoro, SE., MB

Ir. H. Zainal Asyikin Abbas

Ir. H. Teddy Suratmadji, MS

Ir. Rathoyo Rasdan, MBA

Ir H. Chriswanto Santosa, MSc.

DR. Ir. H. Shobar Wiganda, MSc

H. Ashar Budiman, SE

Sekretaris Jenderal        : H. Muhammad Sirot, SH

Wakil Sekretaris Jenderal    : Drs H. Iskandar Siregar, Msi.

Ir.H. Djoko Padmono,

Ir. H. Eddy Supriadi.

Drs H. M. Hidayat Nahwi Rosul

H. Supriasto, SH., MH.

Bendahara            : H. Moch. Sidik Waskito, BSc.

Wakil Bendahara        : H. Ide Kusnadi.

H. Dody T. Wijaya, Ak. MCom.


 

  1. Berdasarkan Munas VI tahun 2005, tentang penyebaran LDII:


 

  • 32 DPD Propinsi;
  • 302 DPD Kabupaten dan Kota;
  • 1637 PC (Pimpinan Cabang) di Kecamatan;
  • 500 PAC (Pimpinan Anak Cabang) di Desa/Kelurahan.


 

Dalam Munas VI tahun 2005, warga LDII yang tersebar di 4500 PAC di Desa/Kelurahan seluruh Indonesia mencapai sekitar 15 juta jiwa.


 

  1. Program kerja DPP LDII mengacu kepada Catur Sukses LDII, yaitu:
    1. Sukses dalam peningkatan kinerja organisasi;
    2. Sukses dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia;
    3. Sukses dalam pemberdayaan potensi LDII;
    4. Sukses dalam peran serta sosial dan kemasyarakatan;


 

  1. Syarat-syarat Keanggotaan;

Berdasarkan Anggaran Dasar Pasal 14, anggota LDII adalah Warga Negara Indonesia yang;

  1. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yan
  2. Setia kepada Pancasila dan UUD 45;
  3. Menyatakan diri dengan sukarela menjadi anggota LDII;
  4. Menerima, menyetujui, dan sanggup taat terhadap AD dan ART LDII, serta seluruh keputusan musyawarah dan rapat-rapat, serta Peraturan Organisasi; dan
  5. Bersedia mengikuti segala kegiatan sesuai dengan Program Kerja Organisasi


 

  1. Seputar Sistem Keorganisasian Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
  2. Wawasan Kebangsaan

LDII memiliki wawasan untuk selalu mendahulukan kepentingan bangsa, persatuan dan kesatuan bangsa dan integritas nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut LDII bersama-sama dengan tokoh-tokoh Pejung 45 dan Markas Besar (Mabes) ABRI menyelenggarakan Penataran Wawasan Kebangsaan di Gedung Juang 1945, Jakarta.

Di Tingkat Pusat sudah ditatar 20 angkatan masing-masing 150 orang per angkatan. Penataran Wawasan Kebangsaan ini juga diadakan di tingkat daerah di seluruh Indonesia.


 

  1.  
  2. Pendidikan Keterampilan, Kepemudaan dan Olah Raga

Dalam bidang Pendidikan Keterampilan, Kepemudaan dan Olahraga, LDII menyelenggarakan pelatihan keorganisasian, keterampilan, perkemahan pemuda, dan kegiatan Pramuka. Dalam bidang olah raga, diantaranya menyelenggarakan urnamen sepakbola sampai tingkat Nasional dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda pada tahun-tahun 1991, 1994, 1996, 2000, dan 2002.


 

  1. Pendanaan LDII

Sesuai dengan ART Pasal 30, LDII mendapatkan dana dari sumbangan yang tidak mengikat, yang diperoleh dari bantuan dan/atau sumbangan yang tidak mensyaratkan sesuatu kepada LDII. Sebagian besar dana sumbangan dikumpulkan dari warga LDII sendiri (swadana). Selain dari warganya, LDII juga menerima sumbangan dalam berbagai bentuk dari Pemerintah RI, swasta maupun perorangan.


 

  1. Sarana dan Prasarana

Semua sarana-prasarana termasuk mesjid di pelosok tanah air yang diberi papan nama LDII, bukanlah milik organisasi LDII, melainkan milik warga LDII secara perorangan yang pengelolaannya diserahkan kepada organisasi LDII atas dasar ikatan perjanjian "pinjam pakai" di hadapan notaris/pejabat setempat. Dengan demikian status kepemilikan sarana prasarana tersebut adalah tetap milik perorangan.


 

 

BAB III

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

  1. ANGGARAN DASAR LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

BAB I

NAMA, STATUS, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Pasal 1

Nama

Organisasi ini bernama "Lembaga Dakwah Islam Indonesia" atau disingkat "LDII".

Pasal 2

Status dan Waktu

Lembaga Dakwah Islam Indonesia merupakan kelanjutan dari Lembaga Karyawan Islam, adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang didirikan pada tanggal 3 Januari 1972 di Surabaya, Jawa Timur untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Pasal 3

Kedudukan

Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

BAB II

AZAS, MAKSUD, DAN TUJUAN

Pasal 4

Azas

Lembaga Dakwah Islam Indonesia berazaskan Pancasila.

Pasal 5

Maksud

Lembaga Dakwah Islam Indonesia bermaksud melakukan atau melaksanakan dan berperanserta menghimpun seluruh potensi bangsa, yang memiliki persamaan cita-cita, wawasan, dan tujuan, sehingga memiliki satu visi dan persepsi dalam mengalang persatuan dan kesatuan bangsa dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 6

Tujuan

Lembaga Dakwah Islam Indonesia bertujuan meningkatkan kualitas peradaban, hidup, harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta turut serta dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa guna terwujudnya masyarakat madani yang demokratis dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila, yang diridhoi Allah Subhanahu Wa ta'ala.

BAB III

KEDAULATAN

Pasal 7

Kedaulatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia berada di tangan Anggota dan dilaksanakan menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

BAB IV

SIFAT, FUNGSI DAN TUGAS

Pasal 8

Sifat

Lembaga Dakwah Islam indonesia sebagai wahana bagi pendidikan dakwah keagamaan dan lembaga pendidikan kemasyarakatan dalam arti luas dan terpadu, bersifat independen, mandiri, terbuka, moderat, majemuk dan egaliter [kesetaraan] guna mewujudkan kebahagiaan hidup yang berdasarkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dunia dan akhirat.

Pasal 9

Fungsi

Lembaga Dakwah Islam Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpun bagi kaum muslimin, muslimat, mubaligh, mubalighot, da'i dan da'iat dalam beramal sholih melaksanakan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh [ibadah sosial] dalam rangka mengabdikan segenap kemampuan untuk kemaslahatan dan kemajuan bangsa Indonesia khususnya, serta umat manusia dan alam semesta pada umumnya.

Pasal 10

Tugas

Lembaga Dakwah Islam Indonesia bertugas melaksanakan dakwah Agama Islam dengan berpedoman pada kitab suci Al-Qur'an dan Al-Hadits dengan segenap aspek pengamalan dan penghayatan beragama agar dapat memberikan hikmah dan dorongan untuk mewujudkan tujuan organisasi.

BAB V

UPAYA

Pasal 11

  1. Untuk mencapai tujuan dan fungsinya, Lembaga Dakwah Islam Indonesia berupaya:
  2. menguatkan dan mengembangkan fungsi internal dan eksternal Organisasi, termasuk membangun hubungan dan kerja sama dengan instansi/lembaga, baik dalam maupun luar negeri;
  3. meningkatkan kualitas sumberdaya insani yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, dan meningkatkan kualitas sumberdaya pembangunan yang memiliki etos kerja produktif dan profesional yang memiliki kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan dan berkemampuan manajemen;
  4. memberdayakan dan menggerakkan potensi sumberdaya insani yang memiliki kompetensi informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan untuk beramal sholih melakukan pengabdian masyarakat di bidang sosial budaya, hukum, ekonomi dan politik;
  5. menumbuhkembangkan kegiatan usaha dan kegiatan kewirausahaan dalam rangka pembenahan ekonomi umat sesuai tuntutan kebutuhan baik pada sektor formal maupun informal melalui usaha bersama dan koperasi, serta bentuk badan usaha lain;
  6. mendorong pembangnan masyarakat madani [civil society] yang kompetitif, dengan tetap mengembangkan sikap: [i] persaudaraan [ukhuwwah] sesama umat manusia, komunitas muslim, serta bangsa dan negara, [ii] kepekaan dan kesetiakawanan sosial, dan [iii] peningkatan kesadaran hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta membangun dan memperkuat karakter bangsa;
  7. meningkatkan advokasi, penyadaran dan pemberdayaan masyarakat tentang pentingnya supremasi hukum, kewajiban azasi manusia [KAM], hak azasi manusia [HAM], dan tanggung jawab azasi manusia [TAM] serta penanggulangan terhadap ancaman kepentingan publik dan perusakan lingkungan.


 

BAB VI

PARADIGMA DAKWAH

Pasal 12

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki paradigma dalam melaksanakan dakwahnya yang merupakan cara pandang tentang diri dan lingkungan dalam kerangka pelaksanaan dakwah dalam rangka mencapai tujuan nasional;
  2. Paradigma Dakwah sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini dituangkan dalam naskah tersendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar Lembaga Dakwah Islam Indonesia.

BAB VII

KEANGGOTAAN

Pasal 13

  1. Keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia bersifat sukarela dan tidak mengikat, serta terbuka untuk setiap Warga Negara Indonesia yang beragama Islam;
  2. Pengaturan mengenai keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat [1] ditetapkan lebih lanjut di Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia.

Pasal 14

Anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah Warga Negara Indonesia yang:

  1. percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
  2. setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
  3. menyatakan diri dengan sukarela menjadi Anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  4. Menerima, menyetujui dan sanggup taat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia, seluruh keputusan musyawarah dan rapat-rapat, serta Peraturan Organisasi; dan
  5. bersedia mengikuti segala kegiatan sesuai dengan program kerja Organisasi.


 

 

Pasal 15

Setiap anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki hak dan kewajiban serta kedudukan yang sama selanjutnya kewajiban dan hak Anggota diatur dalam Anggaran rumah Tangga.

BAB VIII

TINGKAT KEPENGURUSAN, WEWENANG

DAN KEWAJIBAN PIMPINAN

Pasal 16

Tingkat Kepengurusan

Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki tingkatan kepengurusan sebagai berikut:

  • kepengurusan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Pusat, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Pusat atau disingkat dengan sebutan DPP;
  • kepengurusan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Provinsi, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Daerah Propinsi atau disingkat dengan sebutan DPD Provinsi;
  • kepengurusan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota atau disingkat DPD Kab./Kota;
  • kepengurusan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Kecamatan, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang atau disingkat dengan sebutan PC;
  • kepengurusan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Desa/kelurahan, selanjutnya disebut Pimpinan Anak Cabang atau disingkat dengan PAC.


 

Pasal 17

  • Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat membentuk perwakilan di luar negeri;
  • Pengaturan lebih lanjut mengenai perwakilan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagaimana yang dimaksud pada ayat [1] Pasal ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


 

Pasal 18

Wewenang dan Kewajiban

Dewan Pimpinan Pusat

  • Dewan Pimpinan Pusat adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat kolektif;
  • Dewan Pimpinan Pusat berwenang:
    • menentukan kebijakan tingkat Nasional sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa dan keputusan Rapat Pimpinan Nasional, serta Peraturan Organisasi;
    • mengesahkan komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
    • menyelesaikan perselisihan kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
    • memberikan penghargaan dan sanksi sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga;
  • Dewan Pimpinan Pusat berkewajiban:
    • melaksanakan segala kebijakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah Nasional dan keputusan Rapat Kerja Nasional, serta Peraturan Organisasi;
    • memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Nasional.


 

Pasal 19

Wewenang dan Kewajiban

Dewan Pimpinan Daerah Provinsi

  1. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi adalah badan pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Provinsi;
  2. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi berwenang:
    1. menentukan kebijakan tingkat Provinsi sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional maupun tingkat Provinsi, serta Peraturan Organisasi;
    2. mengesahkan komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
    3. menyelesaikan perselisihan kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
  3. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi berkewajiban:
    1. melaksanakan segala kebijakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional maupun tingkat Provinsi, serta Peraturan Organisasi;
    2. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Daerah Provinsi.


 

Pasal 20

Wewenang dan Kewajiban

Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/Kota

  1. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota adalah badan pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Kabupaten/Kota;
  2. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota berwenang:
    1. menentukan kebijakan tingkat Kabupaten/Kota sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, tingkat Provinsi, maupun tingkat Kabupaten/Kota, serta Peraturan Organisasi;
    2. mengesahkan komposisi dan personalia Pimpinan Cabang dan/atau Pimpinan Anak Cabang;
    3. menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Cabang;
  3. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota berkewajiban:
    1. melaksanakan segala kebijakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, tingkat Provinsi, maupun tingkat Kabupaten/Kota, serta Peraturan Organisasi;
    2. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota.


 

Pasal 21

Wewenang dan Kewajiban

Pimpinan Cabang

  1. Pimpinan Cabang adalah badan pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Kecamatan;
  2. Pimpinan Cabang berwenang:
    1. menentukan kebijakan tingkat Kecamatan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, maupun tingkat Kecamatan, serta Peraturan Organisasi;
    2. menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Anak Cabang;
  3. Pimpinan Cabang berkewajiban:
    1. melaksanakan segala kebijakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, maupun tingkat Kecamatan, serta Peraturan Organisasi;
    2. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Cabang.


 

Pasal 22

Wewenang dan Kewajiban

Pimpinan Anak Cabang

  1. Pimpinan Anak Cabang adalah badan pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Desa/Kelurahan;
  2. Pimpinan Anak Cabang berwenang menentukan kebijakan tingkat Desa/Kelurahan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Kecamatan, maupun tingkat Desa/Kelurahan, serta Peraturan Organisasi;
  3. Pimpinan Anak Cabang berkewajiban:
    1. melaksanakan segala kebijakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Kecamatan, maupun tingkat Desa/Kelurahan, serta Peraturan Organisasi;
    2. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Anak Cabang.

BAB IX

DEWAN PENASEHAT

Pasal 23

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki Dewan Penasihat yang berfungsi memberi saran dan nasihat kepada Dewan Pimpinan/Pimpinan Organisasi sesuai tingkatan masing-masing;
  2. Dewan Penasihat memberi pertimbangan atas kebijakan seksternal yang bersifat strategis, yang akan mditetapkan oleh Dewan Pimpinan/Pimpinan Organisasi sesuai tingkatan masing-masing;
  3. Saran, nasihat dan pertimbangan yang disampaikan Dewan Penasihat sebagaiamana yang dimaksud pada ayat [1] dan [2] Pasal ini diperhatikan sungguh-sungguh oleh Dewan Pimpinan/Pimpinan Organisasi seuai tingkatan masing-masing;
  4. Ketua Dewan Penasihat ditetapkan oleh Formatur Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Anak Cabang sesuai tingkatan masing-masing;
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Penasihat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga;


 

BAB X

BADAN DAN LEMBAGA


Pasal 24

  1. Dewan Pimpinan sesuai tingkatan dapat membentuk Badan dan Lembaga untuk melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu;
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan dan Lembaga ditaur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XI

ORGANISASI OTONOM

Pasal 25

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat membentuk Organisasi Otonom yang merupakan wadah perjuangan sebagai pelaksana kebijakan organisasi yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan strategis, dalam rangka memperkuat pelaksanaan program dan kegiatan Organisasi.
  2. Pembentukan Organisasi Otonom diusulkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan ditetapkan oleh Rapat Pimpinan Nasional;
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Organisasi Otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII

KERJASAMA HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA

Pasal 26

  1. Organisasi dapat menjalin kerja sama dengan lembaga, instansi pemerintah dan/atau swasta dalam rangka memperoleh manfaat bagi kedua belah fihak, baik secara kelembagaan maupun keanggotaan;
  2. Dalam pelaksanaan kerjasama, posisi kedua belah fihak adalah sederajad dan mandiri, salah satu fihak tidak dapat mencampuri urusan internal organisasi;
  3. pengaturan lebih lanjut hubungan dan kerjasama antar lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat [1] dan [2] Pasal ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


 

BAB XIII

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT

Pasal 27

Musyawarah dan Rapat-rapat Tingkat Nasional

  1. Musyawarah dan Rapat-rapat tingkat Nasional terdiri atas:
    1. Musyawarah Nasional;
    2. Musyawarah Nasional Luar Biasa;
    3. Rapat Pimpinan Nasional;
    4. Rapat Kerja Nasional;
    5. Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan;
  2. Musyawarah Nasional:
    1. Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi Lembaga yang diadakan sekali dalam 5 [lima] tahun;
    2. Musyawarah Nasional berwenang:
      1. menetapkan dan/atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
      2. menetapkan Program Umum/Rencana Strateji;
      3. menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat;
      4. memilih dan menetapkan Ketua Umum;
      5. menetapkan Formatur Musyawarah Nasional untuk menyusun pengurus Harian Dewan Pimpinan Pusat dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Pusat;
      6. menetapkan keputusan-keputusan lainnya;
  3. Musyawarah Nasional Luar Biasa:
    1. Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah Musyawarah Nasional yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas dasar permintaan dan atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 [dua per tiga] Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, disebabkan:
      1. Lembaga dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa;
      2. Dewan Pimpinan Pusat melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Pusat tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Nasional sehingga Organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya;
    2. Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat;
    3. Dalam hal Dewan Pimpinan Pusat tidak mampu menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada huruf [b] ayat [3] Pasal ini, maka Musyawarah nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh suatu Presidium yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 2/3 Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
    4. Musyawarah Nasional Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional;
    5. Dewan Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut;
  4. Rapat Pimpinan Nasional
    1. Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi dibawah Musyawarah Nasional;
    2. Rapat Pimpinan Nasional diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat sesuai dengan kebutuhan;
  5. Rapat Kerja Nasional
    1. Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Nasional;
    2. Rapat Kerja Nasional dilaksanakan pada awal dan pertengahan kepengurusan.


 

Pasal 28

Musyawarah dan Rapat-rapat Tingkat Provinsi

  1. Musyawarah dan Rapat-rapat Provinsi terdiri atas:
    1. Musyawarah Daerah Provinsi;
    2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi;
    3. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi;
    4. Rapat Kerja Daerah Provinsi;
    5. Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan;
  2. Musyawarah Daerah Provinsi:
    1. Musyawarah Daerah Provinsi adalah pemegang kekuasaan Lembaga di tingkat Provinsi yang diadakan sekali dalam 5 [lima] tahun;
    2. Musyawarah Daerah Provinsi berwenang:
      1. menetapkan Program Kerja Provinsi;
      2. menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
      3. memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
      4. menetapkan Formatur Musyawarah Daerah Provinsi dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Provinsi;
      5. menetapkan keputusan-keputusan lainnya;
  3. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi:
    1. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi adalah Musyawarah Daerah Provinsi yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena permintaan sekurang-kurangnya 2/3 [dua per tiga] Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Pusat, disebabkan:
      1. Kepemimpinan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi dalam keadaan terancam;
      2. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Daerah Provinsi tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Daerah Provinsi sehingga Organisasi tidak berjalan sesuai fungsinya;
    2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat;
    3. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Daerah Provinsi;
    4. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi tersebut;
  4. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi
    1. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi adalah rapat pengambilan keputusan dibawah Musyawarah Daerah Provinsi;
    2. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi sesuai dengan kebutuhan;
  5. Rapat Kerja Daerah Provinsi
    1. Rapat Kerja Daerah Provinsi adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah Provinsi;
    2. Rapat Kerja Daerah Provinsi dilaksanakan pada awal dan pertengahan kepengurusan.


 

Pasal 29

Musyawarah dan Rapat-rapat Tingkat Kabupaten/Kota

  1. Musyawarah dan Rapat-rapat Kabupaten/Kota terdiri atas:
    1. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota;
    2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota;
    3. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
    4. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota;
    5. Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan;
  2. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota:
    1. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota adalah pemegang kekuasaan Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota yang diadakan sekali dalam 5 [lima] tahun;
    2. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota berwenang:
      1. menetapkan Program Kerja Derah Kabupaten/Kota;
      2. menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
      3. memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
      4. menetapkan Formatur Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota untuk menyusun Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Kabupaten/Kota;
      5. menetapkan keputusan-keputusan lainnya;
  3. Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota:
    1. Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota adalah Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 [dua per tiga] Pimpinan Cabang dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Pusat, disebabkan:
      1. Kepemimpinan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota dalam keadaan terancam;
      2. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota sehingga Organisasi tidak berjalan sesuai fungsinya;
    2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
    3. Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota;
    4. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota tersebut;
  4. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota
    1. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota adalah rapat pengambilan keputusan dibawah Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota;
    2. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota;
    3. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota diadakan sesuai dengan kebutuhan;
  5. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota
    1. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota adalah Rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota;
    2. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota dilaksanakan pada awal dan pertengahan kepengurusan.


 

Pasal 31

Musyawarah dan Rapat-rapat Cabang

  1. Musyawarah dan Rapat-rapat Cabang terdiri atas:
    1. Musyawarah Cabang;
    2. Rapat Pimpinan Cabang;
  2. Musyawarah Cabang
    1. Musyawarah Cabang adalah pemegang kekuasaan Organisasi di tingkat Kecamatan yang diadakan sekali dalam 5 [lima] tahun;
    2. Musyawarah Cabang berwenang:
      1. menetapkan Program Kerja Cabang;
      2. menilai pertanggungjawaban Pimpinan Cabang;
      3. memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Cabang;
      4. menetapkan Formatur Musyawarah Cabang untuk menyusun Pimpinan Cabang;
      5. menetapkan keputusan-keputusan lainnya;
  3. Rapat Pimpinan Cabang:
    1. Rapat Pimpinan Cabang adalah rapat pengambilan keputusan dibawah Musyawarah Cabang;
    2. Rapat Pimpinan Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Cabang;
    3. Rapat Pimpinan Cabang diadakan sesuai dengan kebutuhan;


 

 

Pasal 32

Musyawarah dan Rapat-rapat Anak Cabang

  1. Musyawarah dan Rapat-rapat Anak Cabang terdiri atas:
    1. Musyawarah Anak Cabang;
    2. Rapat Pimpinan Anak Cabang;
  2. Musyawarah Anak Cabang
    1. Musyawarah Anak Cabang adalah pemegang kekuasaan Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan yang diadakan sekali dalam 5 [lima] tahun;
    2. Musyawarah Anak Cabang berwenang:
      1. menetapkan Program Kerja Anak Cabang;
      2. menilai pertanggungjawaban Pimpinan Anak Cabang;
      3. memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Anak Cabang;
      4. menetapkan Formatur Musyawarah Anak Cabang untuk menyusun Pimpinan Anak Cabang;
      5. menetapkan keputusan-keputusan lainnya;
  3. Rapat Pimpinan Anak Cabang:
    1. Rapat Pimpinan Anak Cabang adalah rapat pengambilan keputusan dibawah Musyawarah Anak Cabang;
    2. Rapat Pimpinan Anak Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Anak Cabang;
    3. Rapat Pimpinan Anak Cabang diadakan sesuai dengan kebutuhan;


 

Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Musyawarah dan Rapat-rapat sebagaimana dimaksud pada Bab XIII Anggaran Dasar ini akan ditur dalam Anggaran Rumah Tangga.


 

BAB XIV

QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


 

Pasal 34

  1. Musyawarah dan rapat-rapat sebagaimana dimaksud pada BAB XIII Anggaran Dasar ini adalah sah apabila dihadiri oleh setengah jumlah peserta;
  2. Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila ini tidak mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak;
  3. Dalam hal musyawarah nebgambil keputusan tentang pemilihan Pimpinan, sekurang-kurangnya disetujui oleh lebih dari setengah peserta yang hadir sebagaimana dimaksud dalam ayat [1] pasal ini;
  4. Khusus mengenai perubahan Anggaran Dasar, maka Musyawarah harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 [dua per tiga] dari jumlah peserta yang diundang, dan keputusan harus diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 [dua per tiga] dari jumlah peserta yang hadir.


 

BAB XV

KEKAYAAN DAN KEUANGAN


 

Pasal 35

Kekayaan dan keuangan organisasi dapat diperoleh dari:

  1. Modal pertama pada waktu mendirikan organisasi;
  2. Sumbangan yang sifatnya tetap atau tidak tetap dan tidak mengikat;
  3. Sodaqoh, wasiat, hibah dan athiyah dari orang per orang, masyarakat, lembaga baik instansi pemerintah maupun swasta;
  4. Dana-dana yang diperoleh dari usaha lain yang sah.


 

BAB XVII

PEMBUBARAN ORGANISASI


 

Pasal 36

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat menyatakan pembubaran bilamana ternyata bahwa Lembaga Dakwah Islam Indonesia tidak mempunyai kekuatan hidup lagi atau tidak adanya kemampuan untuk melanjutkan kegiatannya;
  2. Keputusan untuk membubarkan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap sah bilamana mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 [dua per tiga] suara peserta dalam Musyawarah nasional Luar Biasa yang diadakan untuk maksud tersebut;
  3. Jika Lembaga Dakwah Islam Indonesia dibubarkan, maka dengan mengindahkan ketentuan perundangan yang berlaku, Dewan Pimpinan Pusat beserta tim likuidasi yang dibentuk berkewajiban menyelesaikan [membereskan] hutang-piutang Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan mengawasi, serta menyalurkan sisa kekayaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsi dalam Anggaran Dasar ini;


 

BAB XVIII

PERATURAN PERALIHAN


 

Pasal 37

Peraturan, badan dan lembaga yang ada tetap berlaku selama belum diadakan perubahan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.


 

BAB XIX

PENUTUP


 

Pasal 38

  1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini, akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  2. Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


 

Ditetapkan di : Jakarta

Pada Tanggal : 13 Mei 2005


 

  1.  
  2. ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)


 

BAB I

KEANGGOTAAN


 

Pasal 1

Anggota dan Warga

  1. Keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia terdiri dari Anggota Tetap dan Anggota Tidak Tetap;
  2. Anggota Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini selanjutnya disebut anggota adalah anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang memenuhi ketentuan pada pasal 14 Anggaran Dasar;
  3. Anggota Tidak Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini atau yang lazim disebut Warga, adalah warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat [2] pasal ini, yang mengikuti kegiatan dakwah keagamaan dan pendidikan kemasyarakatan yang diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah Islam Indonesia;


 

Pasal 2

Kewajiban Anggota

Setiap Anggota berkewajiban:

  1. menghayati dan melaksanakan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Paradigma Dakwah Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  2. memiliki keterikatan secara formal maupun moral, serta menjunjung tinggi nama baik, tujuan dan kehormatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  3. mematuhi dan melaksanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia, keputusan Musyawarah Nasional, serta hal-hal lainnya yang ditetapkan oleh Pimpinan Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  4. mengikuti secara aktif pelaksanaan program dan kegiatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  5. secara sukarela memberikan sumbangan dan bantuan untuk keperluan organisasi.


 

Pasal 3

Hak Anggota

Setiap Anggota berhak:

  1. memperoleh perlakuan yang sama dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  2. memperoleh pelayanan, pendidikan dan pelatihan, perlindungan serta bimbingan dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  3. memperoleh penghargaan dari organisasi sesuai dengan prestasinya;
  4. menghadiri rapat Anggota, mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberikan usul dan saran yang bersifat membangun;
  5. memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi atau memegang jabatan lain yang dipercayakan kepadanya;
  6. melakukan pembelaan diri terhadap keputusan yang dikeluarkan Lembaga Dakwah Islam Indonesia atas dirinya.


 

 

Pasal 4

Pemberhentian Anggota

  1. Anggota berhenti karena:
    1. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
    2. diberhentikan;
    3. meninggal dunia;
  2. Anggota dapat diberhentikan karena:
    1. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota;
    2. melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah Nasional dan atau Rapat Pimpinan Nasional;
    3. melaksanakan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan keputusan dan atau kebijaksanaan Pimpinan Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
    4. melakukan perbuatan tercela dan atau tindak pidana yang mempunyai kekuatan hukum tetap;;
  3. Pemberhentian Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat [2] Pasal ini harus memenuhi dan melalui proses administrasi pemberian sanksi disiplin secara bertahap, berupa:
    1. teguran lisan;
    2. teguran tertulis;
    3. sangsi administratif;
    4. berhenti semestara sebagai Anggota;
    5. berhenti sebagai Anggota


 

Pasal 5

Prosedur Tetap

Ketentuan mengenai prosedur tetap atau tata cara menjadi Anggota, perlindungan hak, pelaksanaan kewajiban dan sanksi disiplin Anggota diatur dalam Perarturan Organisasi.


 

BAB II

SUSUNAN KEPENGURUSAN


 

Pasal 6

Dewan Pimpinan Pusat

  1. Dewan Pimpinan Pusat adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Nasional, sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab tertinggi Lembaga Dakwah Islam Indonesia, baik ke dalam maupun ke luar.
  2. Susunan Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari:
    1. Ketua Umum;
    2. Ketua-ketua;
    3. Sekretaris Jendral;
    4. Wakil-wakil sekretaris Jendral;
    5. Bendahara;
    6. Wakil-wakil bendahara;
    7. Ketua-ketua Departemen;
    8. Anggota Departemen.


 

Pasal 7

Dewan Pimpinan Daerah Provinsi

  1. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Daerah Provinsi/Daerah Istimewa/Daerah Khusus, sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab Lembaga Dakwah Islam Indonesia, baik ke dalam maupun ke luar.
  2. Susunan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi terdiri dari:
    1. Ketua;
    2. Wakil-wakil Ketua;
    3. Sekretaris;
    4. Wakil-wakil sekretaris;
    5. Bendahara;
    6. Wakil-wakil bendahara;
    7. Ketua-ketua Biro;
    8. Anggota Biro.


 

Pasal 8

Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota

  1. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota adalah pengurus kolektif yang menerima mandat Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota, sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Kabupaten/Kota, baik ke dalam maupun ke luar.
  2. Dalam hal Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota oleh karena: [i] belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Daerah Kabupaten/ Kota, atau [ii] Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota cukup ditetapkan dengan keputusan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
  3. Susunan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:
    1. Ketua;
    2. Wakil-wakil Ketua;
    3. Sekretaris;
    4. Wakil-wakil sekretaris;
    5. Bendahara;
    6. Wakil-wakil bendahara;
    7. Ketua-ketua Bagian;
    8. Anggota Bagian.


 

Pasal 9

Pimpinan Cabang

  1. Pimpinan Cabang adalah pengurus kolektif yang menerima mandat Musyawarah Cabang, sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Kecamatan, baik ke dalam maupun ke luar.
  2. Dalam hal Pimpinan Cabang oleh karena: [i] belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Cabang, atau [ii] Pimpinan Cabang baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Pimpinan Cabang cukup ditetapkan dengan keputusan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
  3. Susunan Pimpinan Cabang terdiri dari:
    1. Ketua;
    2. Wakil-wakil Ketua;
    3. Sekretaris;
    4. Wakil-wakil sekretaris;
    5. Bendahara;
    6. Wakil-wakil bendahara;
    7. Seksi-seksi;

 

Pasal 10

Pimpinan Anak Cabang

  1. Pimpinan Anak Cabang adalah pengurus kolektif yang menerima mandat Musyawarah Anak Cabang, sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab Lembaga Dakwah Islam Indonesia di tingkat Desa/Kelurahan, baik ke dalam maupun ke luar.
  2. Dalam hal ini Pimpinan Anak Cabang oleh karena: [i] belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Anak Cabang, atau [ii] Pimpinan Anak Cabang baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Pimpinan Anak Cabang cukup ditetapkan dengan keputusan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
  3. Susunan Pimpinan Anak Cabang terdiri dari:
    1. Ketua;
    2. Wakil Ketua;
    3. Sekretaris;
    4. Wakil sekretaris;
    5. Bendahara;
    6. Wakil bendahara;
    7. Sub-sub seksi;


 

BAB III

PEMBIDANGAN


 

Pasal 11

Pembidangan di semua tingkatan struktur Lembaga Dakwah Islam Indonesia merupakan tindak lanjut dari implementasi upaya sebagaimana dimaksud pada pasal 11 Anggaran Dasar, dimana penyebutannya adalah sebagai berikut:

  1. Departemen, untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat;
  2. Biro, untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
  3. Bagian, untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
  4. Seksi, untuk struktur kepengurusan Pimpinan Cabang;
  5. Sub-seksi, untuk struktur kepengurusan Pimpinan Anak Cabang;


 

Pasal 12

Departemen – Departemen

Dalam struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat terdapat 10 [sepuluh] Departemen, yang terdiri dari:

  1. Departemen Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi (OKK);
  2. Departemen Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
  3. Departemen Komunikasi, Informasi dan Media
  4. Departemen Pendidikan Agama dan Dakwah;
  5. Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan;
  6. Departemen IPTEK, Ling-kungan Hidup, dan Kajian Strategis;
  7. Departemen Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
  8. Departemen Pemuda, Olah raga, dan Seni Budaya;
  9. Departemen Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia;
  10. Departemen Pemberdayaan Wanita, dan Kesejahteraan Keluarga.


 

 

Pasal 13

Biro – Biro

Dalam struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi terdapat 10 [sepuluh] Biro, yang terdiri dari:

  1. Biro Organisasi, Ke-anggotaan, dan Kaderisasi;
  2. Biro Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
  3. Biro Komunikasi, Informasi dan Media
  4. Biro Pendidikan Agama dan Dakwah;
  5. Biro Pendidikan Umum dan Pelatihan;
  6. Biro IPTEK, Ling-kungan Hidup, dan Kajian Strategis;
  7. Biro Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
  8. Biro Pemuda, Olah raga, dan Seni Budaya;
  9. Biro Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia;
  10. Biro Pemberdayaan Wanita, dan Kesejahteraan Keluarga.


 

Pasal 14

Bagian – Bagian

Dalam struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota terdapat 10 [sepuluh] Bagian, yang terdiri dari:

  1. Bagian Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi;
  2. Bagian Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
  3. Bagian Komunikasi, Informasi dan Media
  4. Bagian Pendidikan Agama dan Dakwah;
  5. Bagian Pendidikan Umum dan Pelatihan;
  6. Bagian IPTEK, Ling-kungan Hidup, dan Kajian Strategis;
  7. Bagian Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
  8. Bagian Pemuda, Olah raga, dan Seni Budaya;
  9. Bagian Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia;
  10. Bagian Pemberdayaan Wanita, dan Kesejahteraan Keluarga.


 

Pasal 15

Seksi – Seksi

Seksi-seksi dalam struktur kepengurusan Pimpinan Cabang dibentuk sesuai kebutuhan dengan mengacu ketentuan yang dimaksud pada Pasal 14.


 

Pasal 16

Sub – sub Seksi

Sub-sub Seksi dalam struktur kepengurusan Pimpinan Anak Cabang dibentuk sesuai kebutuhan dengan mengacu ketentuan yang dimaksud pada Pasal 14.


 

BAB IV

SYARAT PENGURUS


 

Pasal 17

  1. Seorang Anggota dapat dipilih menjadi pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
    1. bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa ta'ala, berakhlaqul kalimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
    2. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau tindak pidana yang diancam hukuman pidana minimal 5 [lima] tahun.
    3. bersedia aktif dan sanggup bekerjasama secara kolektif dalam Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
    4. terpilih melalui musyawarah [sesuai tingkatannya] yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  2. Selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini, untuk dapat ditetapkan sebagai pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia di semua tingkatan, seorang Anggota harus dapat membuktikan peransertanya secara aktif dan pengabdiannya terhadap Lembaga Dakwah Islam Indonesia, sedikitnya:
    1. selama 5 [lima] tahun berturut-turut, bagi pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan pengurus Dewan Pimpinan Daerah Provinsi; atau
    2. selama 2 [dua] tahun berturut-turut, bagi pengurus Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, pengurus Pimpinan Cabang, dan pengurus Pimpinan Anak Cabang.
  3. Untuk menjadi Ketua Umum atau Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat, maka seorang anggota harus:
    1. memenuhi syaratvdan ketentuanketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat [1] dan [2] Pasal ini;
    2. pernah menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan/atau sekurang-kurangnya pernah menjadi Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Provinsi selama 1 [satu] periode.
    3. memperoleh dukungan dalam Musyawarah nasional, sedikitnya oleh 30% [tiga puluh persen] suara;
  4. Untuk menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, Ketua Pimpinan Cabang, atau Ketua Pimpinan Anak Cabang, maka seorang Anggota harus:
    1. memenuhi syaratvdan ketentuanketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat [1] dan [2] Pasal ini;
    2. telah aktif menjadi pengurus sekurang-kurangnya selama 1 [satu] periode pada tingkatan yang bersangkutan atau satu tingkatan dibawahnya.


 

BAB V

TATA CARA PEMILIHAN PENGURUS


 

Pasal 18

  1. Pemilihan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, Ketua Pimpinan Cabang, dan Ketua Pimpinan Anak Cabang dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah sesuai tingkatan masing-masing;
  2. Pemilihan sebaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini dilaksanakan melalui tahapan pencalonan dan pemilihan;
  3. Ketua Umum atau Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini ditetapkan sebagai Ketua Formatur;
  4. Pemilihan personil yang akan menduduki struktur Pimpinan sesuai tingkatan masing-masing dilakukan oleh Ketua Formatur dibantu oleh beberapa orang anggota Formatur;
  5. Tata cara pemilihan pengurus sebagaimana dimaksud pada Pasal ini diatur dalam peraturan tersendiri.


 

 

BAB VI

PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU


 

Pasal 19

  1. Apabila terjadi lowongan jabatan dalam masa bakti kepengurusan Lembaga Dakwah Islam Indonesia, maka jabatan dimaksud diisi oleh pejabat sementara yang ditetapkan dalam rapat pleno pengurus hingga diselenggarakannya musyawarah sesuai tingkatannya;
  2. Lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini dapat terjadi karena adanya pengurus yang:
    1. meninggal dunia;
    2. mengundurkan diri; dan atau
    3. diberhentikan;
  3. Pejabat sementara yang mengisi lowongan sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini disebut pejabat antar waktu.
  4. Pejabat antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat [3] Pasal ini memegang jabatan hingga berakhirnya masa jabatan pengurus yang digantikannya;
  5. Dalam hal penggantian jabatan antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini, atau oleh suatu sebab tertentu lainnya tidak dapat dilaksanakan, maka Pimpinan setingkat di atasnya dapat mengesahkan pejabat antar waktu untuk melanjutkan masa jabatan pengurus yang digantikannya.
  6. Pejabat antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat [5] Pasal ini, diusulkan oleh pengurus lainnya kepada Pimpinan setingkat diatasnya untuk disahkan;
  7. Tata cara dan syarat pengisian lowongan jabatan antar waktu diatur dalam Peraturan Organisasi.


 

BAB VII

DEWAN PENASIHAT


 

Pasal 20

  1. Dewan Penasihat Lembaga Dakwah Islam Indonesia merupakan suatu badan yang bersifat kolektif;
  2. Susunan dan personalia Dewan Penasihat ditetapkan oleh Formatur Musyawaroh sesuai tingkatan masing-masing;
  3. Mekanisme dan tata kerja Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini ditetapkan oleh Dewan Penasihat;
  4. Jumlah anggota Dewan Penasihat sebagaimana yang dimaksud pada ayat [1] Pasal ini adalah sebagai berikut:
    1. Dewan Penasihat tingkat Pusat, sebanyak-banyaknya berjumlah 15 [lima belas] orang;
    2. Dewan Penasihat tingkat Provinsi, sebanyak-banyaknya berjumlah 10 [sepuluh] orang;
    3. Dewan Penasihat tingkat Kabupaten/Kota, sebanyak-banyaknya berjumlah 7 [tujuh] orang;
  5. Dewan Penasihat sebagaimana yang dimaksud pada ayat [1] Pasal ini berhak menghadiri rapat-rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan sesuai tingkatan masing-masing
  6. Anggota Dewan Penasihat diangkat dari Pengurus yang telah purna dari struktur kepengurusan atau tokoh-tokoh di lingkungan Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dipandang sesuai dengan tugas dan jabatan sebagai Dewan Penasihat;
  7. Dewan Penasihat sebagaimana yang dimaksud pada ayat [1] Pasal ini merupakan badan pertimbangan yang berhak memberikan pertimbangan, saran dan nasihat, baik diminta maupun tidak, dan dilakukan baik secara perorangan maupun secara kolektif sesuai tingkatan masing-masing.


 

BAB VIII

BADAN DAN LEMBAGA


 

Pasal 21

  1. Badan dan/atau Lembaga dapat dibentuk pada setiap tingkatan sesuai dengan kebutuhan, dan berfungsi sebagai sarana penunjang pelaksanaan program Lembaga Dakwah Islam Indonesia; [2] Komposisi kepengurusan Badan dan/atau Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini ditetapkan oleh Dewan Pimpinan sesuai tingkatannya;
  2. Badan dan/atau Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini dapat melakukan koordinasi dengan Badan dan/atau Lembaga yang berada satu tingkat di bawahnya;
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan dan/atau Lembaga sebagaimana dimaksud ayat [1] Pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.


 

BAB IX

ORGANISASI OTONOM


 

Pasal 22

  1. Organisasi Otonom dapat dibentuk pada setiap tingkatan Organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  2. Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki Organisasi otonom Perempuan dan Pemuda, serta dapat membentuk Organisasi Otonom lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  3. Organisasi Otonom sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini memiliki struktur dan kewenangan mengelola dan melaksanakan kegiatan sesuai bidang dan /atau kelompok strategisnya, yang dalam pelaksanaannya dipertanggungjawabkan kepada pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesuai tingkatan masing-masing;
  4. Kepengurusan Organisasi Otonom sebagaimana dimaksud ayat [1] Pasal ini ditetapkan oleh pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesuai tingkatan masing-masing;
  5. Organisasi Otonom yang berada satu tingkat diatasnya melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada Organisasi Otonom yang berada satu tingkat di bawahnya;
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Organisasi Otonom diatur dalam Peraturan Organisasi.


 

BAB X

KERJA SAMA DAN HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA


 

Pasal 23

  1. Kerja sama dan hubungan antar lembaga dengan instansi, lembaga negara, lembaga pemerintah, organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 Anggaran Dasar dilakukan melalui pelaksanaan program di semua tingkatan Organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia, berupa:
    1. pelaksanaan program-program kerja Organisasi;
    2. pelaksanaan peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
    3. pelaksanaan rekrutmen kepemimpinan kelembagaan, termasuk lembaga legislatif, eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya;
    4. hal-hal lain yang dianggap perlu;
  2. Kerja sama dan hubungan antar lembaga dengan lembaga swasta maupun lembaga negara asing hanya dapat dilakukan oleh Dewan Pimpinan Pusat;
  3. Tata cara pelaksanaan kerja sama dan hubungan antar lembaga sebagaimana dimaksud pada pasal ini diatur lebih lanjut dala Peraturan Organisasi.


 

BAB XI

MUSYAWARAH DAN RAPAT - RAPAT


 

Pasal 24

  • Musyawarah Nasional [MUNAS]
    • Musyawarah Nasional dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat tingkat Pusat;
        • Dewan Pimpinan Pusat;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat;
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Pusat;
        • unsur pimpinan Badan/Lembaga/Organisasi Otonom tingkat Provinsi;
      • undangan, yang terdiri atas:
        • perwakilan institusi;
        • perorangan
    • Jumlah peserta, peninjau dan undangan Musyawarah Nasional ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat;
    • pimpinan Musyawarah Nasional dipilih dari dan oleh peserta;
    • sebelum pimpinan Musyawarah Nasional terpilih, maka Dewan Pimpinan Pusat bertindak selalu pimpinan sementara;
  • Musyawarah Nasional Luar Biasa

    Ketentuan mengenai Musyawarah Nasional Luar Biasa mengacu kepada ayat [1] Pasal ini;

  • Rapat Pimpinan Nasional [RAPIMNAS]
    • Rapat Pimpinan Nasional dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • Dewan Pimpinan Pusat;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat tingkat Pusat;
        • unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Pusat;
        • Kelompok Kerja Dewan Pimpinan Pusat;
        • unsur pimpinan Badan/Lembaga/Organisasi Otonom tingkat Provinsi.
      • undangan, yang terdiri atas:
        • perwakilan institusi;
        • perorangan.
    • jumlah peserta, peninjau dan undangan Rapat Pimpinan Nasional ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat;
  • Rapat Kerja Nasional [RAKERNAS]
    • Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • Dewan Pimpinan Pusat;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat tingkat Pusat;
        • unsur pimpinan Badan/Lembaga/Organisasi Otonom tingkat Pusat, dan Kelompok Kerja Dewan Pimpinan Pusat.
    • jumlah peserta dan peninjau Rapat Kerja Nasional ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.


 

Pasal 25

Musyawarah dan Rapat – Rapat Daerah Provinsi

  • Musyawarah Daerah [MUSDA] Provinsi
    • Musyawarah Daerah Provinsi dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat tingkat Provinsi;
        • unsur Dewan Pimpinan Pusat;
        • Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Provinsi;
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Provinsi;
        • unsur pimpinan Badan/Lembaga/Organisasi Otonom tingkat Kabupaten/ Kota;
      • undangan, yang terdiri atas:
        • perwakilan institusi;
        • perorangan
    • Jumlah peserta, peninjau dan undangan Musyawarah Daerah Provinsi ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
    • pimpinan Musyawarah Daerah Provinsi dipilih dari dan oleh peserta;
    • sebelum terpilihnya pimpinan Musyawarah Daerah Propinsi, maka Dewan Pimpinan Daerah Provinsi bertindak selalu pimpinan sementara;
  • Musyawarah Daerah Luar Biasa [MUSDALUB] Provinsi

    Ketentuan mengenai Musyawarah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini berlaku pula bagi Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi;

  • Rapat Pimpinan Daerah [RAPIMDA] Provinsi
    • Rapat Pimpinan Daerah Provinsi dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • unsur Dewan Pimpinan Pusat;
        • Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Provinsi.
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat tingkat Provinsi;
        • unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Provinsi;
        • unsur pimpinan Badan/Lembaga/Organisasi Otonom tingkat Kabupaten/ Kota.
      • undangan, yang terdiri atas:
        • perwakilan institusi;
        • perorangan.
    • jumlah peserta dan peninjau Rapat Pimpinan Daerah Provinsi ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
  • Rapat Kerja Daerah [RAKERDA] Provinsi
    • Rapat Kerja Daerah Provinsi dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • unsur Dewan Pimpinan Pusat;
        • Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • Unsur Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Provinsi.
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat tingkat Provinsi;
        • unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Provinsi;
        • unsur pimpinan Badan/Lembaga/Organisasi Otonom tingkat Kabupaten/ Kota.
    • jumlah peserta dan peninjau Rapat Kerja Daerah Provinsi ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.


 

Pasal 26

Musyawarah dan Rapat – Rapat Daerah Kabupaten/Kota

  • Musyawarah Daerah [MUSDA] Kabupaten/Kota
    • Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat tingkat Kabupaten/Kota;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Kabupaten/Kota;
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Kabupaten/ Kota;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang;
      • undangan, yang terdiri atas:
        • perwakilan institusi;
        • perorangan
    • jumlah peserta, peninjau dan undangan Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
    • pimpinan Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota dipilih dari dan oleh peserta;
    • sebelum terpilihnya pimpinan Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota, maka Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota bertindak selalu pimpinan sementara;
  • Musyawarah Daerah Luar Biasa [MUSDALUB] Kabupaten/Kota

    Ketentuan mengenai Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini berlaku pula bagi Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota;

  • Rapat Pimpinan Daerah [RAPIMDA] Kabupaten/Kota
    • Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • Dewan Penasihat Tingkat Kabupaten/Kota;
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;
        • Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • unsur Pimpinan Cabang;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Kabupaten/Kota.
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Kabupaten/ Kota;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang.
    • jumlah peserta dan peninjau Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota.
  • [4] Rapat Kerja Daerah [RAKERDA] Kabupaten/Kota

[a] Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota dihadiri oleh:

[i] peserta, yang terdiri atas:

- Dewan Penasihat tingkat Kabupaten/Kota;

- unsur Dewan Pimpinan Daerah Provinsi;

- Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;

- unsur Pimpinan Cabang;

- unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Kabupaten/Kota.

[ii] peninjau, yang terdiri atas:

- unsur pimpinan Badan dan/atau Lembaga tingkat Kabupaten/Kota;

- unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang.

  • jumlah peserta dan peninjau Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota.


 

Pasal 27

Musyawarah dan Rapat – Rapat Tingkat Cabang

  • Musyawarah Cabang [MUSCAB]
    • Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • Pimpinan Cabang;
        • unsur Pimpinan Anak Cabang;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang;
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Anak Cabang;
    • Jumlah peserta dan peninjau Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang;
    • pimpinan Musyawarah Cabang dipilih dari dan oleh peserta;
    • sebelum terpilihnya pimpinan Musyawarah Cabang, maka Pimpinan Cabang bertindak selalu pimpinan sementara;
  • Rapat Pimpinan Cabang [RAPIMCAB]
    • Rapat Pimpinan Cabang dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • unsur Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota;
        • Pimpinan Cabang;
        • unsur Pimpinan Anak Cabang;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang.
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Anak Cabang;
    • jumlah peserta dan peninjau Rapat Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.

 

Pasal 28

Musyawarah dan Rapat – Rapat Tingkat Anak Cabang

  • Musyawarah Anak Cabang [MUSACAB]
    • Musyawarah Anak Cabang dihadiri oleh:
      • peserta, yang terdiri atas:
        • unsur Pimpinan Cabang;
        • Pimpinan Anak Cabang;
        • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Anak Cabang;
      • peninjau, yang terdiri atas:
        • Anggota yang ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang;
    • Jumlah peserta dan peninjau Musyawarah Anak Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang;
    • pimpinan Musyawarah Anak Cabang dipilih dari dan oleh peserta;
    • sebelum terpilihnya pimpinan Musyawarah Anak Cabang, maka Pimpinan Anak Cabang bertindak selalu pimpinan sementara;
  • Rapat Pimpinan Anak Cabang [RAPIMACAB]

    Rapat Pimpinan Anak Cabang dihadiri oleh:

    peserta, yang terdiri atas:

    • unsur Pimpinan Cabang;
    • Pimpinan Anak Cabang;
    • unsur pimpinan Organisasi Otonom tingkat Anak Cabang.

    peninjau, yang terdiri atas:

    • Anggota yang ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang;

    jumlah peserta dan peninjau Rapat Pimpinan Anak Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang.


 

Pasal 29

Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis penyelenggaraan musyawarah dan rapat-rapat sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam Peraturan Organisasi.


 

BAB XII

K E U A N G A N


 

Pasal 30

Sumbangan yang tidak mengikat, yang diperoleh dari bantuan dan/atau sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini tidak mensyaratkan sesuatu kepada Lembaga Dakwah Islam Indonesia;

Usaha-usaha lain yang halal dan sah, yaitu usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariat dan hukum negara.


 

BAB XIII

A T R I B U T


 

Pasal 31

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki atribut yang meliputi Panji-panji, Lambang, Hymne dan Mars Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai atribut diatur dalam Peraturan Organisasi.


 

 

BAB XIV

PEMBUBARAN


 

Pasal 32

Usul pembubaran Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat diterima apabila diajukan secara tertulis kepada Dewan Pimpinan Pusat oleh ¾ [tiga per empat] dari seluruh jumlah Dewan Pimpinan Daerah Provinsi dan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota yang sah di seluruh Indonesia;

Guna membahas usul pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat [1] Pasal ini, selambat-lambatnya dalam waktu 3 [tiga] bulan setelah diterimanya usul pembubaran dimaksud, maka Dewan Pimpinan Pusat harus menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa;

Musyawarah Nasional Luar Biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 [dua per tiga] dari seluruh jumlah Dewan Pimpinan Daerah Provinsi dan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota yang sah di seluruh Indonesia;

Keputusan mengenai pembubaran Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 3/4 [tiga per empat] dari jumlah peserta;

Apabila Lembaga Dakwah Islam Indonesia dibubarkan, maka segala kekayaan yang dimiliki dihibahkan kepada Organisasi Otonom di lingkungan Lembaga Dakwah Islam Indonesia.


 

BAB XV

PENUTUP


 

Pasal 33

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam Peraturan Organisasi dan keputusan-keputusan lainnya;

Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


 

Ditetapkan di : Jakarta

Pada Tanggal : 13 Mei 2005


 

 

BAB IV

FAHAM-FAHAM DAN KEGIATAN-KEGIATAN

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

Pedoman Ibadah LDII

Pedoman ibadah LDII adalah Al-Qur'an dan Al-Hadits. Rosulullah SAW bersabda "Telah aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang pada keduanya, yaitu Kitabulloh (Al-Qur'an) dan Sunnah Nabi-Nya". Mengenai Al-Hadits, LDII menggunakan semua kitab Hadits, Shohih Al-Bukhori, Shohih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah.


 

Sumber Hukum Islam Menurut LDII

Sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an, Al-Hadits, Ijma', dan Qiyas.

Contoh Ijma': penerapan adzan ke 3 pada hari Jum'at yang diawali pada zaman Khalifah Utsman bin Affan.

Contoh Qiyas: zakat fitrah pada zaman Rosululloh antara lain adalah kurma dan gandum. Bagi kita di Indonesia, beras diqiyaskan dengan gandum, karena sama-sama makanan pokok.


 

Manquul

Manquul berasal dari bahasa Arab naqola-yanqulu, yang artinya adalah pindah. Maka ilmu yang manquul adalah ilmu yang dipindahkan dari guru kepada muridnya.

Dalam pelajaran tafsir, Tafsir manquul berarti mentafsirkan suatu ayat Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an yang lainnya, mentafsirkan ayat Al-Qur'an dengan hadits, atau mentafsirkan Al-Qur'an dengan fatwa shohabat.

Dalam ilmu hadits, manquul berarti belajar hadits dari guru yang mempunyai isnad sampai kepada Nabi Muhammad, shollallohu'alaihi wasalam.


 

Motivasi dan Aktivitas Pengajian LDII

Motivasi warga LDII untuk aktif mengaji adalah:

Pertama, untuk memenuhi kewajiban mencari ilmu berdasarkan firman Alloh "Ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan selain Alloh"
dan sabda Rosulullah "Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi orang Islam".

Kedua sebagai landasan untuk beramal.

LDII menyelenggarakan pengajian dengan aktivitas yang cukup tinggi karena Al-Qur'an dan Al-Hadits itu merupakan bahan kajian yang cukup banyak dan luas.

Di tingkat PAC umumnya diadakan pengajian 2 - 3 kali seminggu, Di tingkat PC diadakan pengajian seminggu sekali. Inilah yang menyebabkan tempat-tempat pengajian LDII selalu ramai dikunjungi warganya.


 

 

Kitab Tafsir Rujukan LDII

Kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan LDII diantaranya adalah tafsir Jalalain, tafsir Jamal, tafsir Ibnu Katsir, tafsir At Thobari, Tafsir Departemen Agama, dan lain-lain.


 

Keilmuan Dalam Pondok Pesantren LDII

Pondok-pondok pesantren LDII tidak hanya mengajarkan ilmu agama kepada santrinya, tetapi juga mengajarkan ilmu pengetahuan umum seperti ilmu sosial kemasyarakatan, kewirausahaan, dan kursus-kursus keterampilan sebagai bekal mencari ma'isyah (mata pencaharian) untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.


 

Tentang Shalat Jum'at

Khutbah Jum'at di masjid LDII menggunakan Bahasa Arab karena tidak ada satupun Ulama yang menyatakan bahwa khutbah Jum'at dengan bahasa Arab itu tidak sah, walaupun mustami'in tidak seluruhnya bisa memahami isi khutbah.

Seperti halnya ketika musim haji dimana Imam Masjidil Harom menyampaikan khutbah berbahasa Arab sedangkan mustami'in yang datang dari seluruh dunia belum tentu bisa mengerti isi khutbah tersebut.

Pada dasarnya memberikan nasehat itu bisa dilakukan di setiap ada kesempatan. Karena sesudah sholat Jum'at itu orang-orang masih berkumpul, kesempatan itu digunakan untuk memberikan nasehat (mau'idhotul hasanah), dan itu bukan merupakan rangkaian dari sholat Jum'at.


 

Tentang Shodaqoh

Ada beberapa cara untuk mengumpulkan shodaqoh dari warga LDII. Pertama, diserahkan kepada dan dicatat oleh pengurus LDII. Kedua, dimasukkan ke kotak shodaqoh. Ketiga, dimasukkan ke kain (sarung, sajadah, sorban) yang diedarkan. Keempat, melempar uang ke lantai, untuk kemudian dikumpulkan oleh pengurus. Mengenai metode mana yang dipilih, merupakan keputusan pengurus setempat.

Namun sebagian warga LDII menyukai cara melempar tersebut. Selain praktis, melempar uang juga dapat menumbuhkan suasana fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan) tetapi niat Karena Alloh tetap terjaga karena tidak ada yang tahu ("siapa shodaqoh berapa").


 

'Ulama dan Muballigh/Muballighoh LDII

Ulama LDII banyak, diantaranya adalah KH Kasmudi As-Shiddiqi, KH R Iskandar Tondodiningrat, KH Achmad Tamam, KH Zubaidi Umar SH., Drs KH Thoyyibun, dan Prof DR. Ir. KH. Abdullah Syam MSc. (Ketua Umum LDII), KH A Karimullah BE, SE. dan lain-lain.

Adapun Ulama LDII yang sudah meninggal dunia, antara lain KH Nur Hasan, KH Syu'udi Al Hafidz, KH Mudzakkir, KH M Nur Ali, KH Thoyyib Abdulloh, dan lain-lain.

Beberapa diantara Ulama LDII tersebut bukan lulusan pondok pesantren LDII saja, tetapi juga lulusan pondok pesantren besar lainnya yang kemudian menjadi Ulama LDII. Adapun mubaligh dan mubalighot di LDII banyak sekali jumlahnya.

Para mubaligh/mubalighot LDII tersebut bertugas menyampaikan dakwah di tingkat PAC. Banyak diantara PAC yang memiliki mubaligh lebih dari seorang, sedangkan jumlah PAC di Indonesia ada ribuan.


 

 

Tokoh LDII

Almarhum KH Nurhasan Al Ubaidah adalah pendiri Pondok Pesantren LDII, Banjaran, Burengan, Kediri, seorang ulama besar yang selama 11 tahun belajar ilmu agama di Makkah dan Madinah.

Beliau menguasai Al-Qur'an dan ilmu-ilmu Al-Qur'an. Beliau menguasai Qiroah Sab'ah, yaitu bacaan Nafi' Al Madani, Ibnu Katsir Al Makki, Abu Amr Al Bashri, Ibnu Amir As Syami, Ashim Al Kufi, Hamzah Al Kufi, dan Ali Al Kisa'i. Masing-masing guru tersebut memiliki dua murid yang sangat terkenal, sehingga bacaannya diistilahkan 21 bacaan.

Beliau juga menguasai 49 kitab-kitab hadits lengkap dengan ilmu alatnya. Diantara guru-guru belaiu adalah: Imam Abu Samah, Syeikh Umar Hamdan, Syeikh Yusuf, dan lain-lain. Oleh sebab itu warga LDII menempatkan beliau sebagai Ulama Besar.


 

 

BAB V

SOSIALISASI DAN CARA PANDANG

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

Sikap LDII Terhadap Golongan (Islam) Lain

Semua golongan Islam adalah bersaudara, sebagaimana sabda Rosululloh: "orang Islam adalah saudaranya orang Islam". Sesama golongan Islam tidak dibenarkan untuk saling merendahkan, sesuai firman Alloh: "Dan janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, barangkali keadaan kaum yang direndahkan itu lebih baik dari kaum yang merendahkan".


 

Sikap LDII Terhadap Pendapat Pihak Luar (LDII)

LDII terbuka terhadap masukan-masukan, baik masukan mengenai masalah organisasi maupun masalah agama. LDII bahkan secara proaktif mencari masukan-masukan dari berbagai kalangan. Dalam rangka mencari masukan dalam masalah-masalah kenegaraan, LDII mengadakan audiensi dengan instansi terkait antara lain: DPR RI, Mabes TNI, kemudian mengadakan silaturohim dan meminta masukan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

LDII juga bekerjasama dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta dalam rangka memberi pelatihan dakwah kepada para mubaligh-mubalighot LDII. LDII di daerah-daerah sering mengundang ulama-ulama di luar LDII untuk memberikan ceramah agama. Bagi LDII, segala bentuk masukan adalah merupakan nasihat yang tidak ternilai harganya.


 

Tentang Berjabat Tangan

Laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom tidak boleh bersalaman, berdasarkan sabda Rosululloh SAW: "Niscaya jika kepala salah satu kalian ditusuk dengan jarum besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak

halal baginya"
dan hadits-hadits lain yang lebih shohih.


 

Kesan "Eksklusif" Aktivitas LDII

Kesan eksklusif itu sebetulnya tidak benar. Buktinya banyak warga LDII yang menjadi tokoh masyarakat, ketua RT, ketua RW, dan lain-lain. Hanya karena aktivitas pengajian di LDII sangat tinggi, menyebabkan kesempatan pergaulan di masyarakat menjadi berkurang. Dalam hal ini DPP LDII sudah memberikan pedoman kepada seluruh warganya agar tetap menjaga tali silaturohim dengan masyarakat sekitarnya, termasuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh RT/RW setempat.


 

Sikap LDII Terhadap Para Penentangnya

Siapa saja yang mengamalkan Al-Qur'an dan Al-Hadits dengan seutuhnya (kaffah) serta konsisten (istiqomah) selalu saja ada fihak-fihak yang tidak senang. Hal tersebut semata-mata karena fihak yang tidak senang tadi kemungkinan belum mengetahui secara benar mengenai LDII.

LDII menganggap fihak yang tidak senang dengan LDII tersebut karena masih adanya kesalahpahaman. Oleh sebab itu LDII berusaha untuk menjelaskan kesalahpahaman tersebut melalui pengajian-pengajian di setiap tingkat organisasi di daerah-daerah.


 

 

BAB VI

KONTROVERSI-KONTROVERSI

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

  • Adakah hubungan LDII dengan Islam Jamaah?

LDII tidak ada hubungannya dengan Islam Jama'ah dan/atau ajaran terlarang lainnya. LDII adalah ormas Islam yang legal, berdasarkan Undang-undang, berasaskan Pancasila, setia dan ta'at kepada Pemerintah NKRI yang sah, memiliki Program Umum yang dapat diketahui secara transparan oleh masyarakat seluas-luasnya.


 

  • Benarkah LDII sebagai penerus ajaran Islam Jama'ah?

Tidak benar. LDII adalah ormas Islam yang besar dengan latar belakang warga yang sangat beragam, dalam bidang pendidikan, profesi, status sosial maupun aspirasi kelompok keagamannya, termasuk mereka yang dulunya "dianggap" melaksanakan ajaran Islam Jama'ah.

Adanya orang-orang yang dianggap mantan Islam Jama'ah inilah yang kemudian menimbulkan citra seolah-olah LDII ini sebagai penerus Islam Jama'ah.


 

  • Benarkah warga LDII menganggap kafir orang di luar LDII?

Tidak benar. Karena siapapun tidak memiliki wewenang untuk menyatakan kekafiran seseorang, berdasarkan dalil: "barang siapa yang menganggap kafir saudaranya, maka kekafiran akan berbalik kepada dirinya, jika saudaranya ternyata tidak kafir".


 

  • Benarkah warga LDII merasa benar sendiri?

Tidak benar. Warga LDII tidak merasa benar sendiri, karena kebenaran itu ada di tangan Alloh.
Siapapun yang di dalam beribadahnya berpedoman pada Al-Qur'an dan Al-Hadits, walaupun dari golongan manapun, tetap dijamin kebenarannya.


 

  • Benarkah LDII meresahkan masyarakat?

Tidak benar. Namun jika ada warga LDII yang melakukan kegiatan yang dianggap meresahkan masyarakat, bukan berarti LDII sebagai institusi bisa dipersalahkan. LDII sebagai institusi akan sangat menghargai jika warga LDII yang dianggap menimbulkan keresahan tersebut dapat diselesaikan menurut hukum yang berlaku.


 

  • Benarkah warga LDII bila berjabat tangan dengan orang lain kemudian tangannya dicuci?

Tidak benar. Jika isu tersebut benar, alangkah sulitnya menjadi warga LDII karena harus mencuci tangan setiap habis berjabat tangan atau bersentuhan dengan orang yang bukan warga LDII. Kenyataannya banyak warga LDII yang merupakan kaum terpelajar dan para profesional yang setiap saat bergaul dengan banyak orang dari berbagai kalangan, serta tetap mengikuti etiket dalam pergaulan.


 

  • Benarkah masjid LDII jika dimasuki orang lain, kemudian lantainya dicuci?

Tidak Benar. Jika isu itu benar, logikanya adalah daripada harus membersihkan lantai setelah dimasuki seseorang yang bukan warga LDII, tentunya lebih baik LDII melarang siapa saja yang bukan warga LDII untuk masuk ke masjid LDII tersebut, sebab alangkah susahnya jika setiap dimasuki orang selain warga LDII kemudian harus mencuci lantai.

Kenyataannya tidak demikian. LDII tidak melarang siapa saja yang bukan warga LDII untuk masuk ke masjid LDII dan LDII tidak mencuci lantai masjidnya yang dimasuki bukan warga LDII.

Banyak sekali masjid LDII yang terletak di pinggir jalan besar bebas dimasuki oleh siapa saja, baik untuk sekedar sholat maupun untuk mengikuti sholat Jum'at.


 

  • Apakah di LDII ada amir atau imam?

Tidak ada. Di LDII tidak ada istilah Amir atau Imam, melainkan yang ada adalah Ketua Umum dan istilah-istilah yang lazim di sebuah organisasi. Adapun istilah amir dan imam memang terdapat di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, sehingga di LDII istilah-istilah itu tetap dikaji, tetapi dalam kerangka keilmuan saja.


 

  • Benarkah bahwa warga LDII tidak mau bermakmum kepada orang lain?

Tidak benar. Penetapan Imam sholat mengikuti tuntunan Rosululloh SAW: "Yang berhak mengimami kaum adalah yang paling mahir di dalam membaca Al-Qur'an, jika dalam hal ini sama semua maka yang paling dahulu hijrahnya, jika dalam hal ini sama semua, maka yang paling banyak mengetahui sunnahnya, jika dalam hal ini mereka sama semua maka yang paling tua usianya".
Contoh yang nyata adalah pada saat ibadah haji. Di Makkah warga LDII sholat di belakang Imam Masjidil Harom. Di Madinah warga LDII sholat di belakang Imam Masjid Nabawi. Begitu juga di masjid-masjid lainnya.


 

  • Benarkah bahwa warga LDII tidak mau sholat di masjid selain di masjid LDII?

Tidak benar. Warga LDII selalu berusaha tertib dalam menetapi sholat lima waktu, dalam rangka menetapi firman Allah: "Jagalah waktu-waktu sholat dan sholat yang tengah (Asar)".
Untuk menetapi kewajiban sholat lima waktu tersebut, warga LDII dapat melaksanakan ibadah sholat di masjid, di musholla, atau di tempat ibadah lainnya. Adapun jika di lokasi terdekat ada masjid LDII, tentunya wajar saja jika warga LDII tersebut lebih memilih pergi ke masjid LDII. Hal tersebut semata-mata disebabkan karena di masjid LDII tersebut dapat diperoleh informasi-informasi mengenai kegiatan organisasi, sekaligus silaturohim dan menambah ilmu.


 

  • Benarkan LDII melaksanakan pernikahan sendiri tanpa melalui KUA?

Tidak benar. Sebagai warga negara yang baik dan ta'at kepada Peraturan Pemerintah yang sah, dalam melasanakan pernikahan, warga LDII harus mengikuti Undang-undang Perkawinan, dimana perkawinan hanya sah apabila disaksikan dan dicatat oleh pejabat dari kantor Urusan Agama (KUA).


 

  •  
  • Mengapa LDII tidak pernah melakukan bantahan terhadap hujatan?

LDII mengedepankan tiga (3) prinsip ukhuwwah, yaitu: ukhuwwah Islamiyah, ukhuwwah basyariyah, dan ukhuwah wathoniah. LDII mempunyai suatu pandangan bahwa berbantah-bantahan lebih banyak madlorotnya daripada manfaatnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

www.ldii-online.com, Susunan Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia Tahun Masa Bakti 2005-2010

Lembaga Dakwah Islam Indonesia Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

www.ldii-online.com, Motto – Lembaga Dakwah Islam Indonesia

www.ldii-online.com, Visi dan Misi – Lembaga Dakwah Islam Indonesia

LDII – Publikasi/Direktori LDII; BAGIAN I : Tanya-jawab; Tentang LDII Sebagai Ormas Islam

LDII – Publikasi/Direktori LDII; BAGIAN II : Tanya-jawab; Tentang Ibadah dan Ukhuwwah

LDII – Publikasi/Direktori LDII; BAGIAN III : Tanya-jawab; Tentang Isu-isu Negatif

LDII – Publikasi/Direktori LDII; Anggaran Dasar Lembaga Dakwah Islam Indonesia

LDII – Publikasi/Direktori LDII; Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia


 

No comments:

Post a Comment